Ingin dia berlari menembus derai hujan yang turun sejak
subuh tadi. Dia akan melakukan apapun supaya waktu bisa berhenti, agar
perpisahan itu tak mesti terjadi. Pertemuannya terasa baru sekejap, rindunya
masih bertumpuk, bahkan semakin menggunung setiap detiknya. Tak ada yang paham
apa yang ia rasakan (tidak juga kamu...)
Seperti tarian angsa menjelang ajalnya, dia berjalan lunglai
menuju perpisahan itu. Bermonolog, memohon maaf...lebih seperti memaki dirinya
sendiri.
“Maafkan aku karena harus meninggalkanmu. Maafkan keegoisanku
karena tak memilihmu. Maafkan ketidakmampuanku...”, isaknya (lawan bicaranya
hanya terdiam, memandang tak mengerti).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar