Senin, 28 Mei 2012

EVERY BODY’S HERO

(ini juga salah satu 'hero'....)

Every body’s have their own hero. Mereka yang telah menginspirasi hidup kita, baik yang ada di sekeliling kita maupun tokoh terkenal. Waktu kecil, pahlawan gue sering berubah-ubah, tergantung buku apa yang abis gue baca. Pernah Winnetou di cerita kepahlawanan suku Apache, atau Musashi dengan pedang samurainya. Sekali waktu, pernah malah pengen jadi asterix, yang sepertinya sangat menikmati saat makannya, dengan menu utama celeng panggang (whaaatttss??!!......hahahahaha). Apa mau dikata, namanya juga anak-anak. Beranjak dewasa, gue sangat sangat sangat ingin jadi pengacara terkenal yang cerdas, idealis (cantik pastinya, heuheu...) dengan jam kerja nyaris 15 jam perhari, seperti banyak tokoh utama di novel John Grisham. Sampai akhirnya gue memutuskan kuliah di fakultas hukum, ya karena dorongan buku-buku yang gue baca. Saat kuliah, tokoh pahlawan gue berganti menjadi Nursyahbani Katjasungkana, Butet ‘si guru sekolah anak pedalaman’. Dan tekad gue bulat, gue akan menjadi aktivis perempuan yang akan membela kaum perempuan yang kurang beruntung!!! Seperti sailormoon yang berubah kostum untuk membela kebenaran, jeng jreeengggg........ Meskipun pada akhirnya, jalan hidup menentukan lain, dan terdamparlah gue disini, sebuah instansi di kotaku, menjadi seorang newbie di bidang ini.
Setelah tahun-tahun yang gue jalani, beberapa mimpi telah menjadi kenyataan, beberapa menghilang seiring berjalannya waktu. Dream of a fairytale, about the princess that met a handsome prince, fallin love each other then live happily ever after, that’s not my story. But still, I have a little princess in my life now, my everything. Gue ngga pernah jadi pengacara terkenal yang super sibuk, tapi gue tetaplah perempuan yang bisa berdiri dengan kemampuan gue sendiri, meskipun dengan tertatih. Gue ngga jadi aktivis perempuan di LBH seperti cita-cita gue (yang ini karena ngga lolos tes akhir, hiks...), tapi minimal gue membuka diri untuk mendengarkan cerita beberapa teman perempuan yang sepertinya sedang tidak bahagia. Tidak banyak memberikan solusi, hanya mendengarkan.
Saat ini, di kantor pun, boleh dibilang gue punya panutan. Seorang perempuan yang menurut gue tangguh, mampu bekerja dengan kualitas terakreditasi A, santun, cerdas, tapi tetap mampu berperan sebagai seorang ibu yang baik, dengan jumlah anak yang tidak sedikit lohhh, hehehe... Dalam beberapa aspek, tentu saja gue pengen banget menjadi sepertinya, meskipun sepertinya susah yaa....tapi pasti gue akan berusaha. Berusaha menjadi diri gue yang sempat hilang beberapa waktu lalu. “Kamu adalah perempuan cantik dan ceria”, itu hal yang ingin gue dengar lagi dari Sasuke, dan bukan “Cantik tapi pemurung sekarang”.
Sempat lupa mensyukuri banyaknya anugrah yang selama ini gue dapatkan, sempat melupakan hal yang nyata ada di hadapan gue. Sekarang, gue cuma ingin menjadi pahlawan baginya, my little princess, Yasminku. Tidak dengan menjadi pengacara terkenal atau aktivis perempuan, hanya ingin ada di sampingnya ketika dia membutuhkan, menjadi teman bicaranya, menjadi yang dibanggakannya, dirindukannya, sampai saatnya nanti dia akan bisa berdiri sendiri.
Tidak semua hal bisa kita dapatkan. Tapi mimpi, akan membuat kita berusaha meraihnya, meskipun tidak selalu berhasil. (Terima kasih untuk selalu ada, untuk menyadarkanku dengan segala sikapmu, my Sasuke...)

Kamis, 10 Mei 2012

e n g g a n

........ 
saat anginpun enggan berhembus
tak terdengar suara setitik air yang mengalir 
ketika jiwa ini bergetar 
mengajukan tanya yang tak berjawab
rasa yang tak pernah mau kau pahami
bukan ikatan tak berjarak yang aku pilih
hanya berselang seuntai kata, cukuplah

Senin, 07 Mei 2012

PEREMPUAN ITU


Alih-alih menulis tentang Belanda (dah mepet waktunya....hiaayyyy), gue malah pengen nulis tentang hal yang baru gue liat waktu dekat ini, di kota yang pernah selama lima tahun jadi tempat gue belajar dan berkelana...Purwokerto. Kota ini banyak sekali mengalami perubahan sejak terakhir kali gue singgahi, sekitar tahun 2007. Di sekitar kampus, tak terhitung lagi banyaknya berbagai toko yang didesain modern, untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa. Hampir tidak ada lagi sawah di sepanjang jalan HR Bunyamin. Warung-warung makan yang dulu nampak sederhana nyaris tak tampak, berganti rupa menjadi kafe, entah di daerah kos-kosan, mungkin masih banyak. Namanya juga mahasiswa, kan nggak mungkin terus-terusan makan di kafe, bisa tekor.
Acara ngumpul bareng temen-temen naik gunung dulu di Purwokerto, menimbulkan euphoria tersendiri. Setelah berjam-jam menempuh perjalanan, tanpa sempat istirahat, langsung mengikuti acara di kampus, wisata kuliner di tempat makan yang sering kami datangi (maaf yaaa ade-ade, nasi kotak keliatan kurang menarik jika dibandingkan makanan yang kami buru untuk sekedar napak tilas, kapan lagi cobaaaa......). Pulang ke hotel, lanjut diskusi ini itu, sampai tengah malem, suasana yang selalu gue rindukan, mengalahkan rasa lelah. Malam itu karena acara diskusi telah selesai, beberapa dari kami memutuskan untuk keluar mencari tempat karaokean yang dekat dengan hotel. Hmmmmmm....meskipun tempatnya ngga banget, dengan harga yang lumayan mahal, fasilitas yang ditawarkan jauh dari cukup.
Mungkin hal yang gue lihat belum seberapa, tapi sungguh, tak pernah terlintas dalam benak gue, perlakuan seperti yang diterima oleh perempuan itu. Ini agak memalukan sebenarnya, karena tempat karaokean yang kami datangi bukan family karaoke seperti yang biasa gue datangi di tempat asal gue. Pertimbangan kami cuma biar deket dengan tempat kami menginap. Mungkin (ini baru asumsi berdasarkan fakta yang gue lihat malam itu), ini tempat karaokean dengan arti miring. Jam setengah empat pagi, serombongan cowok cewek keluar dengan segala ‘perilakunya’ (bukan bermaksud beralibi, tapi gue dan dua orang temen cewek keluar malem bareng kakak dan ade yang akan selalu menjaga dan melindungi kami). Seorang perempuan, harus menghadapi dua orang laki-laki, yang mungkin setengah mabuk. Bukan hanya kata-kata kasar yang keluar, tapi juga perlakuan fisik yang sudah pasti menimbulkan luka. Dan sedihnya, gue, kami tak bisa berbuat apa-apa, menghindar untuk terlibat di dalamnya dan segera menyingkir dari tempat itu. Tidak ada tindakan heroik yang kami lakukan untuk membela perempuan itu. Mungkin benar, itu jalan yang telah dipilih oleh perempuan itu. Tapi apakah pilihan itu juga memberi hak kepada laki-laki seperti mereka untuk menyakitinya? Bukankah secara fisik, laki-laki ditakdirkan lebih kuat daripada perempuan, sehingga perlakuan kasar sudah pasti akan menyakitinya. Tidak usah bicara terlalu jauh tentang kekerasan verbal, yang bahkan bagi sebagian orang terpelajarpun masih banyak yang belum memahami. Ini adalah kejadian ironis setelah beberapa saat lalu banyak orang memperingati hari Kartini. Adakah artinya bagi perempuan itu?
Gue ngga perlu tahu apa permasalahan yang mereka ributkan. Tapi melihat kejadian itu, lagi-lagi meyadarkan gue untuk kembali bersyukur atas semua yang telah gue dapat selama ini. Sejak kecil, meskipun tak bermewah-mewah, tak pernah kekurangan makan, bisa bersekolah sampai ke perguruan tinggi, tanpa perlu repot memikirkan biaya. Mendapatkan pekerjaan yang diidamkan sebagian besar orang, meskipun bukan sebagai pejabat, tapi gue bersyukur. Masalah yang selama ini kadang menyita pikiran, ternyata belum seberapa jika dibandingkan yang perempuan itu alami. Perlakuan beberapa rekan yang terkadang terkesan melecehkan gue sebagai perempuan (yang sangat mengagungkan persamaan gender), mungkin bisa disikapi lebih bijak.
Cuma bisa mendoakan, semoga semua perempuan bisa mendapatkan kebahagiaan, penghormatan yang selayaknya dari laki-laki, dan mendapatkan tempat yang mulia di hidup ini. Semoga....